Selasa, 26 Mei 2015

Sesungguhnya, saya ini "munafik"



Seringkali kita iri melihat mereka yang hebat, terlihat anggun,
cantik, memiliki segalanya dan selalu terlihat ceria.
Dan tak jarang kita ingin seperti dia memiliki segala kelebihan,
hidup enak, tidak ada masalah, tersenyum setiap hari,bahagia terus menyelimuti.

Tapi sadarkah kita,
apa yang terlihat itu hanya kulit-kulit luar dari tubuh seseorang, dari segala seluk beluk kehidupannya, yang tampak hanyalah segala hal–hal terbaik yang dia miliki.

Tapi pernahkah kita bertanya, ketika  kita melihat mereka dengan tawa yang begitu indah dan sempurna “seberapa besar duka dan tangis yang dia sembunyikan,”
“sungguh, betapa kuatnya dia  menyembunyikan luka dan sedihnya dibalik tawa yang dia pamirkan”

saya juga sama seperti mereka
seringkala saya katakana pada diriku, “saya hidup dengan kemunafikan”.
Bahagia yang kututurkan, hanyalah topeng untuk menutupi segala dukaku,
saya ini menyimpan banyak tangis yang hanya bisa kuurai diahadanNya,
sebab saya tidak punya banyak kekuatan untuk berkata, mengaku segala bentuk dosa, segala jenis kelemahanku, dan semua kekurangan dibalik kehebatan yang kupunya yang seringkali menjadi pujian  

saya damai dengan menumpahkan segala sedihku padaNya
memang disetiap sujudku banyak tangis
tapi dia memberiku damai lewat tangis itu
disaat-saat sepertiitulah saya akan merasa nyaman dan kebahagiaan yang tak mampu untuk saya sampaikan, melebihi dari gelak tawa yang setiap hari orang sekitarku bisa melihatnya
dibandingkan tawa yang membuatku menjadi orang munafik

dan pada akhirnya saya sadar satu hal bahwa
kebahagiaanku bukanlah pada saat saya tertawa karena itu hanyalah kemunafikan
tapi ketika saya menangis dihadapanNya,
karena saat itulah saya menjadi diriku yang sesungguhnya




Husna Kannur
 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar