Seringkali kita iri melihat mereka yang hebat, terlihat
anggun,
cantik, memiliki segalanya dan selalu terlihat ceria.
Dan tak jarang kita ingin seperti dia memiliki segala
kelebihan,
hidup enak, tidak ada masalah, tersenyum setiap hari,bahagia
terus menyelimuti.
Tapi sadarkah kita,
apa yang terlihat itu hanya kulit-kulit luar dari tubuh
seseorang, dari segala seluk beluk kehidupannya, yang tampak hanyalah segala
hal–hal terbaik yang dia miliki.
Tapi pernahkah kita bertanya, ketika kita melihat mereka dengan tawa yang begitu
indah dan sempurna “seberapa besar duka dan tangis yang dia sembunyikan,”
“sungguh, betapa kuatnya dia menyembunyikan luka dan sedihnya dibalik tawa
yang dia pamirkan”
saya juga sama seperti mereka
seringkala saya katakana pada diriku, “saya hidup dengan
kemunafikan”.
Bahagia yang kututurkan, hanyalah topeng untuk menutupi
segala dukaku,
saya ini menyimpan banyak tangis yang hanya bisa kuurai
diahadanNya,
sebab saya tidak punya banyak kekuatan untuk berkata,
mengaku segala bentuk dosa, segala jenis kelemahanku, dan semua kekurangan
dibalik kehebatan yang kupunya yang seringkali menjadi pujian
saya damai dengan menumpahkan segala sedihku padaNya
memang disetiap sujudku banyak tangis
tapi dia memberiku damai lewat tangis itu
disaat-saat sepertiitulah saya akan merasa nyaman dan
kebahagiaan yang tak mampu untuk saya sampaikan, melebihi dari gelak tawa yang
setiap hari orang sekitarku bisa melihatnya
dibandingkan tawa yang membuatku menjadi orang munafik
dan pada akhirnya saya sadar satu hal bahwa
kebahagiaanku bukanlah pada saat saya tertawa karena itu
hanyalah kemunafikan
tapi ketika saya menangis dihadapanNya,
karena saat itulah saya menjadi diriku yang sesungguhnya
Husna Kannur