Senin, 16 September 2013

Ujung Jalan



kau..,
kapan janji mengikat kita menjadi satu
Lalu tertawa dalam suka, ataukah menangis kita bersama dalam duka
Biar saja musim terus berganti menghujani 
tapi pegangan terus erat dalam genggaman

Seringkali aku menulis kisah bahagia tentang kita, ya... itu hanya tercipta dari imajinasiku saja, lalu menangis jika mengingat itu tak akan jadi kenyataan yang sulit aku terima. Sesulit aku selalu mencoba untuk berhenti berharap akan dirimu.


Aku masih saja terus berharap kau akan berada diujung jalan menungguku sampai di tempatmu lalu memelukku dan berkata "inilah akhir dari kesenderiaanmu dalam perjalananmu, karena mulai detik ini aku akan terus disampingmu hingga akhir perjalananmu". Tapi lagi-lagi tangisku berderai, karena aku tahu persis kau tak berada diujung jalanku dan kalimat itu tak akan pernah kudengar darimu.

Sesekali dalam benakku terlintas aku ingin berhenti sampai disini, cukup sampai disini, tapi terlambat bagiku untuk berbalik, karena harapan itu melambung jauh dari jangkauanku, aku harus berusaha lebih kuat untuk menghentikan lambungannya.

Wahai hatiku..,
Ikutilah pikiranku
Logika ini nyata dari segala pengharapan
Jangan membuat luka didirimu seseringkali 
agar kau tak trauma hingga bangkit dan menghadirkan pengharapan baru

Wahai hatiku..,
tak ada kebahagiaan yang akan kau temui diujung jalan yang kau maksud
disana segudang bejana yang siap menampung tetesan sedihmu 

bukan kau tak mampu untuk membalik arah langkahmu
hanya saja kau tak ingin dan tak yakin akan menemui kebahagiaan selain dia

Lagi-lagi tangisan itu pecah, bukan karena tak menemukan dirimu. tapi karena kebodohanku yang terus mengharapkanmu. haruskah aku membenarkan kata pujangga seringkali cinta mengalahkan logika.


Lalu biar saja hujan membasahi tubuhku hari ini
lalu pelangi menyinariku, hingga mentari datang untuk memberi harapan baru
dan kusambut lagi hari esokku dengan senyum

Aku meyakinkan diriku sendiri meski airmataku masih saja berjatuhan.

Tangisku tak kuhitung lagi, sedang tawa masih saja bermain jari 
langkahkupun telah ribuan kali hingga tertatih dan mungkin akan berhenti
di ujung jalan yang masih saja kuharap engkau ada disana.

Polewali, 
setelah hujan sudah puas membasahi kota kita.

Husnawati Kannur

source pict. weheartit

Minggu, 01 September 2013

Jeda yang membuat jarak




Terlena oleh jeda yang kita buat sendiri, hingga membentang jarak yang semakin terlampau untuk dijangkau lagi, ataukah mungkin kemarin kita terlalu asik dengan dunia masing-masing tanpa perduli satu sama lain ataukah rasa yang kita ukir telah pudar bersama gulungan waktu diruang sela. 

Ini adalah desah keluh kita akan penyesalan yang tak mungkin didapatkan diawal. Mereka teman yang kadang kala tak kita duga datang menemani diakhir-akhir cerita yang membuat tangis-tangis itu berderai. Mungkin saat ini kita berkata biar saja, tapi sanggupkah menutupi sakit yang seringkali mengintip di jendela menatap hujan yang mulai berjatuhan.

Rumitkah ini, hingga menghapus jejaknya saja kita seperti tertatih, lalu membiarkan semua berakhir dalam kikisan rasa yang semakin membuat luka diruang yang pernah kita hias dengan bunga-bunga yang telah bermekaran, seperti musim indah dinegara sakura dan seperti malam yang menjanjikan sejuta pesona keindahannya ataukah layaknya senja yang terus kita tatap lekat-lekat mengagumi warnanya.

Kita melupakan kebahagiaan dikala hujan turun, menanti janjinya tentang warna-warni yang akan disuguhkan hingga kita memilih abu-abu untuk perjalanan kali ini. Andai kita terus membiarkan ego kelak kita tak menemui jalan untuk kembali dan didepan hanya ada gelap.

Cerita di Akhir bulan Agustus..,